Jumat, 01 Februari 2013

Teori Belajar Sibenertik


TEORI BELAJAR SIBERNETIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan seseorang, diperlukan pijakan teori agar apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur maupun siapa saja yang berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan baik. Ada dua pijakan teori yang dapat dijadikan pegangan agar pembelajaran berhasil dengan baik. Kedua teori tersebut adalah teori belajar yang bersifat deskriptif. Teori ini memberikan bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar. Teori belajar yang banyak diterapkan oleh para ahli pembelajaran itu meliputi teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik, dan teori belajar sibernatik. Semua teori belajar tersebut memiliki aplikasi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Demikian juga halnya dengan teori belajar sibernatik sebagaiman akan dipaparkan oleh penyusun dalam makalah ini.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan teori sibernatik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti pengertian belajar menurut teori sibernatik, aliran-aliran sibernatik, aplikasi teori belajar sibernetik, implementasi teori sibernatik dalam pembelajaran. Kegiatan makalah ini diakhiri dengan memaparkan keunggulan dan kelemahan teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
Makalah ini bertujuan kepada semua pendidik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkaji hakekat belajar menurut teori sibernetik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Belajar Menurut Teori Sibernetik
Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali digunakan th.1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Nobert mendefinisikan Cybernetics sebagai berikut, " The study of control and communication in the animal and the machine." Istilah sibernetika digunakan juga oleh Alan Scrivener (2002) dalam bukunya 'A Curriculum for Cybernetics and Systems Theory.' Sebagai berikut "Study of systems which can be mapped using loops (or more complicated looping structures) in the network defining the flow of information. Systems of automatic control will of necessity use at least one loop of information flow providing feedback." Artinya studi mengenai sistem yang bisa dipetakan menggunakan loops (berbagai putaran) atau susunan sistem putaran yang rumit dalam jaringan yang menjelaskan arus informasi. Sistem pengontrol secara otomatis akan bermanfaat, satu putaran informasi minimal akan menghasilkan feedback. Sementara Ludwig Bertalanffy memandang fungsi sibernetik dalam berkomunikasi. "Cybernetics is a theory of control systems based on communication (transfer of information) between systems and environment and within the system, and control (feedback) of the system's function in regard to environment. Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT
.
Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa.
1.      Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi, sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
2.      Aliran-Aliran Teori Sibernetik, Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori sibernetik telah dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik), Pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada pengelolaan informasi.
2.1.     Teori belajar menurut Landa.
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya :
a.       Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus enuju kesatu target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
b.      Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh: Operasi pemilihan atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya. Suatu materi lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial. Materi lainnya lebih tepat disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berfikir.
2.2.     Teori belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeleruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
-          Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
-          Sedangkan siswatipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari teori ini memandang manusia sebagai pengolahan informasi, pemikir, dan pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
B.   Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irwan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.      Menentukan materi pembelajaran
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik)
5.      Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.      Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
C.   Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
1.      Bahwa antara stimulus dan respon berpijak pada tiga asumsi, yaitu: Pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
2.      Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
3.      Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dati ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen. Komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa” dan Ketiga komponen tesebut adalah:
a.       Sensory Recoptor (SR)
Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.      Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
c.       Long Term Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan :
1)      Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu
2)      Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3)      Sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Asubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu.
Berpijak pada kajian diatas, Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci.
Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival).
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.    Menarik perhatian
2.    Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.    Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4.    Menyajikan bahan rangsanyan
5.    Memberikan bimbingan belajar
6.    Mendorong unjuk kerja
7.    Memberikan balikan informative
8.    Menilai unjuk kerja
9.    Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi, antara lain :.
1.    Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol
2.    Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.    Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.    Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5.    Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6.    Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu
7.    Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Implementasi teori belajar sibernetik yang berikutnya dalam kegiatan pembelajaran dikembangkan oleh konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik juga temasuk teori sibernitik. Pask dan Scott yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau “Wholist” dan tipe serial atau “serialist” juga menganut teori sibernetik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
D.   Kelebihan dan Kelemahan Teori Sibernitik dalam Kegiatan Pembelajaran
a.    Keunggulan
-    Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru dunia.
-    Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
-    Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
-    Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
-    Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b.    Kelemahan
Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak.
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
Pada akhirnya, masing-masing aliran teori belajar ini mengandung keunggulan-keunggulan dan kelemhan-kelemahannya sendiri yang harus kita ketahui untuk dapat mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan belajar yang lain sehingga dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.
   
BAB III
PENUTUP

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Teori ini mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Oleh sebab itu, teori sibernatik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab caa belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh aliran teori sibernetik anta lain Landa, Pask dan Scott berdasarkan konsepsi-konsepsinya. Konsepsi Landa dengan model pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya, teori sibernatik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran.

  
DATAR PUSTAKA

C. Asri Budingsih (2002), Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: FIP UNY.
Hamzah B. Uno, (2006) Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Internet, Teori Sibernetik, P.1 (tanggal 21 Desember 2008) http://tujuhpemuda.multiply.com/yournal/item/3/teori-sibernetik
http://wishing99blogspot.com/2008/05/laporanbacaan buku-judul-teori-belajar.html
Suciati dan Irwan, P. (2001), Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Dirjen PT, PAU.

0 komentar:

Posting Komentar