Minggu, 24 Februari 2013
Jumat, 01 Februari 2013
Teori Belajar Sibenertik
TEORI BELAJAR SIBERNETIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran
merupakan upaya membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan seseorang, diperlukan
pijakan teori agar apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur maupun
siapa saja yang berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan
baik. Ada dua pijakan teori yang dapat dijadikan pegangan agar pembelajaran
berhasil dengan baik. Kedua teori tersebut adalah teori belajar yang bersifat
deskriptif. Teori ini memberikan bagaimana seseorang melakukan kegiatan
belajar. Teori belajar yang banyak diterapkan oleh para ahli pembelajaran itu
meliputi teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik, dan teori
belajar sibernatik. Semua teori belajar tersebut memiliki aplikasi yang
berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Demikian juga halnya dengan teori
belajar sibernatik sebagaiman akan dipaparkan oleh penyusun dalam makalah ini.
Pada makalah
ini akan dikaji tentang pandangan teori sibernatik terhadap proses belajar dan
aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal
seperti pengertian belajar menurut teori sibernatik, aliran-aliran sibernatik,
aplikasi teori belajar sibernetik, implementasi teori sibernatik dalam
pembelajaran. Kegiatan makalah ini diakhiri dengan memaparkan keunggulan dan
kelemahan teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
Makalah ini
bertujuan kepada semua pendidik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkaji
hakekat belajar menurut teori sibernetik dan penerapannya dalam kegiatan
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar Menurut Teori Sibernetik
Istilah
sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics
berarti pilot). Istilah Cybernetics
yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali
digunakan th.1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Nobert mendefinisikan Cybernetics sebagai berikut, "
The study of control and communication in the animal and the machine." Istilah sibernetika digunakan
juga oleh Alan Scrivener (2002) dalam bukunya 'A Curriculum for Cybernetics and
Systems Theory.' Sebagai berikut "Study
of systems which can be mapped using loops (or more complicated looping
structures) in the network defining the flow of information. Systems of
automatic control will of necessity use at least one loop of information flow
providing feedback." Artinya studi mengenai sistem yang bisa dipetakan
menggunakan loops (berbagai putaran) atau susunan sistem putaran yang rumit
dalam jaringan yang menjelaskan arus informasi. Sistem pengontrol secara
otomatis akan bermanfaat, satu putaran informasi minimal akan menghasilkan
feedback. Sementara Ludwig Bertalanffy memandang fungsi sibernetik dalam
berkomunikasi. "Cybernetics is a theory of control systems based on
communication (transfer of information) between systems and environment and
within the system, and control (feedback) of the system's function in regard to
environment. Sibernetika
adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian
informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan
memperhatikan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT.
Teori
sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode
pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual
learning, e-learning, dll.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun
yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa.
1. Asumsi lain
dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk
situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan
oleh sistem informasi, sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang
siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan
dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
2. Aliran-Aliran
Teori Sibernetik, Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori sibernetik telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik),
Pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe
serial serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada
pengelolaan informasi.
2.1. Teori
belajar menurut Landa.
Menurut
Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya :
a. Proses
berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis, tahap demi tahap,
linear, konvergen, lurus enuju kesatu target tujuan tertentu.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
Contoh: kegiatan menelepon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
b. Cara
berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju beberapa target tujuan
sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran
biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik.
Contoh: Operasi pemilihan
atribut geonetri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses belajar akan berjalan
dengan baik jika apa yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan
diketahui ciri-cirinya. Suatu materi lebih tepat disajikan dalam urutan
teratur, linier, sekuensial. Materi lainnya lebih tepat disajikan dalam bentuk
terbuka dan memberi keleluasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berfikir.
2.2. Teori
belajar menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada
dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist
atau menyeleruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan
dengan pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist)
adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap
sebuah sistem informasi.
-
Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari
tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus.
-
Sedangkan siswatipe serialist cenderung berpikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori
belajar dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan
dipelajari, sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu
sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari teori ini memandang manusia sebagai pengolahan informasi,
pemikir, dan pencipta. Sehingga
diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
B. Aplikasi Teori Belajar
Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irwan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
sebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irwan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
2. Menentukan
materi pembelajaran
3. Mengkaji
sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
4. Menentukan
pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah
algoritmik atau heuristik)
5. Menyusun
materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan
materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran.
C. Implementasi Teori Sibernetik
dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berline, Biehler, Snowman,
Baine, dan Tennyson.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
1. Bahwa antara
stimulus dan respon berpijak pada tiga asumsi, yaitu: Pemrosesan informasi
dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
2. Stimulus
yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
3. Salah satu
dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dati ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen.
Komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa” dan Ketiga
komponen tesebut adalah:
a. Sensory Recoptor (SR)
Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di
dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat
singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b. Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh
individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya
mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat
disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi
dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping
melakukan pengulangan.
c.
Long Term
Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan :
1) Berisi semua
pengetahuan yang telah dimiliki individu
2) Mempunyai
kapasitas tidak terbatas
3) Sekali
informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Sejalan dengan teori pemrosesan
informasi, Asubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru
merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu.
Berpijak pada kajian diatas, Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci.
Berpijak pada kajian diatas, Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci.
Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses
penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge),
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrival).
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan dalam
peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung
proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah :
1.
Menarik perhatian
2.
Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.
Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4.
Menyajikan bahan rangsanyan
5.
Memberikan bimbingan belajar
6.
Mendorong unjuk kerja
7.
Memberikan balikan informative
8.
Menilai unjuk kerja
9.
Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan
informasi, antara lain :.
1.
Cara berpikir yang berorientasi pada prses lebih menonjol
2.
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.
Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
5.
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6.
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu
7.
Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Implementasi teori belajar sibernetik yang berikutnya dalam kegiatan
pembelajaran dikembangkan oleh konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang
disebut algoritmik dan heuristik juga temasuk teori sibernitik. Pask dan Scott
yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau “Wholist” dan tipe serial atau “serialist”
juga menganut teori sibernetik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
D. Kelebihan dan Kelemahan Teori
Sibernitik dalam Kegiatan Pembelajaran
a. Keunggulan
- Setiap
orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya,
dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai
penjuru dunia.
- Pembelajaran
bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan
animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk
berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
- Menganggap
dunia sebagai sebuah 'global village',
dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling
berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa
dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
- Buku-buku
materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik
(sesuai aslinya), cepat dan murah.
- Ketika bertanya atau merespon
pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani
mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung
akibat dari kesalahannya secara langsung.
b. Kelemahan
Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang
proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung
ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak.
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
Pada akhirnya, masing-masing aliran teori belajar ini mengandung
keunggulan-keunggulan dan kelemhan-kelemahannya sendiri yang harus kita ketahui
untuk dapat mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan belajar yang
lain sehingga dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
Teori
belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan
teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan informasi. Teori ini mementingkan sistem informasi dari pesan
atau materi yang dipelajari. Oleh sebab itu, teori sibernatik berasumsi bahwa
tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab caa
belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini
kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh aliran teori sibernetik anta lain Landa,
Pask dan Scott berdasarkan konsepsi-konsepsinya. Konsepsi Landa dengan model
pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya, teori sibernatik
dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran
antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya
kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan
pembelajaran.
C. Asri Budingsih (2002), Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: FIP UNY.
Hamzah B. Uno, (2006) Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Internet, Teori Sibernetik, P.1 (tanggal 21 Desember 2008) http://tujuhpemuda.multiply.com/yournal/item/3/teori-sibernetik
http://wishing99blogspot.com/2008/05/laporanbacaan buku-judul-teori-belajar.html
Suciati dan Irwan, P. (2001), Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Dirjen PT, PAU.
Peran Guru BK di SMA
Peran Guru BK di SMA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan kepada siswa untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara
dan anggota umat manusia serta mempersiapkan untuk menjadi sumber daya alam
yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya manusia,
maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan
negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.
Bimbingan konseling
adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu
sistem. Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu
sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke
arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan
khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh
tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam konteks pemberian
layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian
layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan
dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan
konseling kelompok. Guru Sekolah Menengah harus melaksanakan ketujuh layanan
bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat
diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses
pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara
optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup
berarti.
Dalam Pedoman Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu
sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan
tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan
yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan
terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola
kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi.
Berdasar latar belakang
tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru
Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini
adalah bagaimana peran guru Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah?
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Bimbingan dan Konsling
M.
Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau
layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang
dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungan.
Bimbingan
ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu
dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam
kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Bimbingan
adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu
dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim
Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).
Dari
beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam
penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu
agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa
agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance),
mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self
realization).
Konseling
adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang
ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).
Konseling
merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh
konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan
memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo,
1986:39). Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok
konseling, yaitu:
(1)
adanya bantuan dari seorang ahli,
(2)
proses pemberian bantuan dilakukan dengan
wawancara konseling,
(3)
bantuan diberikan kepada individu yang mengalami
masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi
masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.
2.
Perlunya Bimbingan dan Konseling
Jika
ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelakangi perlunya
bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis.
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani
dan rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu
mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya
komponen bimbingan. Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar
belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal
tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi,
sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang
melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1)
masalah perkembangan individu,
(2)
masalah perbedaan individual,
(3)
masalah kebutuhan individu,
(4)
masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah
laku, dan
(5)
masalah belajar
3.
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi
bimbingan dan konseling, yaitu :
a.
Fungsi penyaluran ( distributif )
Fungsi
penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam
memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan
sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai
dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu
fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah
antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b.
Fungsi penyesuaian ( adjustif )
Fungsi penyesuaian ialah
fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang
sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa
dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya.
Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara
optimal.
c.
Fungsi adaptasi ( adaptif )
Fungsi adaptasi ialah
fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam
mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi
siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri,
kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru.
Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para
siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan
bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)
4.
Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip merupakan paduan
hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219). Berikut ini
prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai
berikut:
a.
Sikap
dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adakah
unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian
seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah
laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang
sesuai atau tepat.
b.
Tiap individu mempunyai perbedaan serta
mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar
dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan
berbagai kebutuhan individu.
c.
Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu
bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi
kesulitannya sendiri.
d.
Dalam suatu proses bimbingan orang yang
dibimbing harus aktif , mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan
pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
e.
Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan
perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat
diselesaikan oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut
perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
f.
Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya
dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami
individu yang dibimbing.
g.
Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan
secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi
lingkungan masyarakatnya.
h.
Program bimbingan dan konseling di sekolah harus
sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini
merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar
jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
i.
Dalam
pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh
seorang petugas yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di
samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas lain
yang terlibat.
j.
Program bimbingan dan konseling di sekolah
hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari
pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan
bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap
evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan
juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling
(Prayitno, 1997:219).
5.
Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Berdasakan Pedoman
Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan
bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang
dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:
a.
Layanan dasar bimbingan
Layanan dasar bimbingan
adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan
perilaku efektif dan ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada
tugas-tugas perkembangan siswa.
b.
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang
bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh
peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin
kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling
kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1)
bidang pendidikan;
(2)
bidang belajar;
(3)
bidang sosial;
(4)
bidang pribadi;
(5)
bidang karir;
(6)
bidang tata tertib SMA;
(7)
bidang narkotika dan perjudian;
(8)
bidang perilaku sosial, dan
(9)
bidang kehidupan lainnya.
c.
Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan
yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana
pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari
layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan
sendiri.
d.
Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan
manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam
bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan
profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat,
masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan
(Thomas Ellis, 1990)
Kegiatan utama layanan
dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta
memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis
layanan BK, yakni:
1. Layanan
pengumpulan data,
2. layanan
informasi,
3. layanan
penempatan,
4. layanan
konseling,
5. layanan
referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
6. layanan
penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).’
6.
Peran Guru BK di SMA
Implementasi
kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan
keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam
pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142)
menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.
Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana
cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi
kegiatan akademik maupun umum.
b.
Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan
akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c.
Motivator, guru harus mampu merangsang dan
memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan
terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d.
Director, guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.
Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam
proses belajar-mengajar.
f.
Transmitter, guru bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.
Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h.
Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.
Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai
prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya,
sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Guru Bimbingan Konseling mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Guru Bimbingan Konseling mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah.
2.
Saran
Mewujudkan peran guru Bimbingan Konseling dalam pelaksanaan kegiatan BK di SMA bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, di SD tidak memiliki Guru Pembimbing. Guru kelas memiliki tanggung jawab ganda, di samping mengajar juga membimbing. Oleh karena itu, guru kelas hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di Sekolah.
Mewujudkan peran guru Bimbingan Konseling dalam pelaksanaan kegiatan BK di SMA bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, di SD tidak memiliki Guru Pembimbing. Guru kelas memiliki tanggung jawab ganda, di samping mengajar juga membimbing. Oleh karena itu, guru kelas hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di Sekolah.
- Said,
Bustami . Buku Ajar Prinsip – Prinsip Pengelolaan Pembelajaran. Pamekasan
: Stain Pamekasan Press, 2006
- Syah,
Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007
[1] Bustami Said, Buku Ajar Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pembelajaran,
(Pamekasan : Stain Pamekasan Press, 2006), hlm., 55
[2] Muchlis Shalihin, Buku Ajar Psikologi Belajar PAI, (Pamekasan :
Stain Pamekasan Press, 2006), hlm., 58
[9] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2003), hlm., 118
[10] Ahmadi, Psikologi Belajar, hlm., 97 -
100